Sabtu, 18 Agustus 2012

Tradisi Lebaran





Memberi hadiah atau bingkisan kepada orang tua, kerabat dan tetangga. Hadiah yang diberikan bisa berupa uang, pakaian atau makanan khas Lebaran. Tujuannya untuk merekatkan ikatan batin. Lebih spesifik lagi, munjung merupakan ekspresi rasa bakti dan hormat anak terhadap orang tuanya. 

Di sejumlah daerah, khususnya Jawa, bingkisan atau punjungan lebih dititik-beratkan pada jenis makanan khas Lebaran seperti nasi ketupat dan lauk-pauk pendukungnya. Makanan tersebut biasanya dimasak sendiri di rumah. Munjung menjadi ajang kreati-vitas kuliner tahunan bagi kaum perempuan, di mana kepiawaian perempuan dalam mengolah bahan pangan benar-benar diuji. 



Meskipun terkesan sederhana, tradisi munjung menyimpan dimensi psikologis, sosial dan spiritual. Secara psikologis, pemberian bingkisan Lebaran dapat menumbuhkan jiwa kasih sayang. Secara sosial merupakan bukti kerukunan dan kepedulian antarsesama. Adapun dari aspek spiritual merupakan kristalisasi dan wujud pengamalan terhadap ajaran agama. Agama apa pun mengajarkan pemeluknya untuk saling berbagi dan memberikan perhatian.

Karena telah menjadi tradisi turun-temurun, munjung sering dianggap ’’wajib’’.  Anak perempuan merasa tidak enak jika menjelang momen Lebaran tidak memberikan sesuatu kepada orang tuanya. Demikian pula orang tua boleh jadi merasa ada yang tidak beres jika anak perempuannya absen memberikan bingkisan/ punjungan.
Bagi anak perempuan muncul semacam beban psikologis. Di satu sisi muncul perasaan ingin membahagiakan orang tua dan para kerabat di hari Le-baran, namun kondisi keuangan tidak selalu memungkinkan untuk itu, khu-susnya bagi keluarga yang berpenghasilan pas-pasan. Demi memenuhi tuntutan tradisi, seorang perempuan kadang memaksakan diri dalam memberi punjungan, dengan berhutang misalnya.

Memang tidak semua orang tua mengharapkan punjungan anaknya. Terutama orang tua yang berpendidikan cukup dan memiliki pola pikir lebih terbuka dan tahu kondisi anak-anaknya. Tetapi bagi orang tua yang berpandangan sempit, absennya punjungan dari anak perempuan sering menimbulkan permasalahan.
Orang tua bisa saja tersinggung, bahkan marah dan menganggap anaknya tak ingat pada leluhurnya.



Jalan Tengah

Keberadaan orang tua bukan sekadar tonggak asal-usul  keluarga, tetapi juga simbol spiritualitas. Kewajiban berbakti kepada orang tua merupakan ajaran yang tidak bisa ditawar. Munjung dapat dimaknai sebagai ekspresi rasa terima kasih.

Secara manusiawi, tradisi memberikan hadiah Lebaran kepada orang tua sebetulnya bisa dipahami, mengingat orang tua telah banyak berjasa kepada anak-anaknya. Termasuk saat menjelang Lebaran, orang tua selalu berusaha agar anak-anaknya bahagia dengan membelikan baju baru dan perlengkapan lainnya. Apa pun akan dilakukan orang tua agar anak-anaknya bisa ceria di hari Lebaran. Bahkan terhadap anak perempuan, orang tua biasanya memberikan perhatian lebih.

Maka ketika anak-anak telah dewasa dan berumah tangga, secara tidak langsung orang tua mengharapkan imbalan. Secara psikologis, kondisi seperti ini dianggap sebuah kewajaran. Orang tua mengharapkan perhatian khusus dari anak-anaknya. Nilai bingkisan mungkin tidak terlalu penting, apalagi berwujud makanan, yang kita tahu, setiap menjelang Lebaran mungkin selalu menumpuk.
Sekali lagi, orang tua sesungguhnya ingin mendapatkan perhatian yang cukup. Bingkisan atau hadiah sekadar sarana komunikasi.

Dari sini bisa diambil benang merah bahwa tradisi munjung bagi perempuan bisa dimaknai sebagai ungkapan bakti sekaligus balas budi. Secara psikologis, kaum perempuan memiliki sensitivitas batin lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Munjung bagi kaum perempuan secara simbolis terasa lebih egaliter dan mengesankan.
Perempuan dalam hal ini berperan sebagai duta keluarga untuk menyampaikan penghormatan dan kepedulian  kepada orang tua, kerabat ataupun tetangga menjelang momen Lebaran.

Lebaran memang suatu hari yang harus dilewati setiap tahun. Munjung hanyalah semacam pemberian bonus dari anak kepada orang tua. Namanya pemberian bonus, tentunya tidak wajib.  Tidak harus ada tiap menjelang Lebaran. Yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa hadiah Lebaran bukanlah hak orang tua atau tetangga. Dengan demikian, bila situasi dan kondisi tidak memungkinkan, maka tidak ada alasan memaksakan diri. Orang tua yang bijak tentu memiliki kesadaran semacam ini.

Hanya perlu ada jalan tengah dalam menyikapi persoalan ini. Sebelum memutuskan akan munjung atau tidak, mungkin perlu lebih dahulu mengamati karakteristik orang tua. Ada orang tua yang tidak pernah mempersoalkan apakah anak akan munjung atau tidak.
Namun ada orang tua yang menganggap munjung itu penting dan selalu mengharapkan kehadirannya. Jika tipe kedua yang kita temui, maka munjung barangkali perlu dipikirkan daripada muncul perasaan rikuh dan tidak enak jika tidak melakukannya.

Tidak ada komentar: