Minggu, 24 Februari 2013

Cinta Atau Nafsu ( Mementingkan Diri Sendiri )









Cinta asmara memang ajaib. Merasa bahagia kalau bersanding, merasa tersiksa kalau berpisah. Ingin memiliki dan dimiliki, ingin menyenangkan dan di senangkan, ingin memanjakan dan dimanjakan. Ada rasa belas kasihan, ada rasa sayang yang mendalam dan kalau semua keinginan itu terpenuhi, hati penuh dengan kebahagiaan yang mendalam. Namun, cinta itu pula yang dapat mendatangkan derita dan siksa.

Kalau cinta tidak terbalas, kalau cinta dikhianati, kalau cinta berubah menjadi bosan. Maka cinta dapat berubah menjadi benci! Dan semua ini adalah ulah nafsu. Nafsu bertujuan satu, yakni ingin senang sendiri.

Cinta nafsu selalu menghendaki dirinya senang, maka cinta seperti ini membutuhkan balasan cinta, kalau tidak, cintanya akan berubah menjadi kebencian. Dapatkah seseorang mencinta, kalau yang dicinta itu tidak membalas cintanya dan malah mencinta orang lain? Dapatkah seseorang mencinta kalau yang dicinta itu tidak menghiraukannya, bahkan mencibir dan menghinanya? Cinta yang bergelimang nafsu selalu menghendaki imbalan, jadi cintanya hanya merupakan cara untuk mendapatkan sesuatu. Jelas, bahwa cinta seperti ini adalah cinta nafsu.



Akan tetapi kita manusia tidak dapat melepaskan diri dari nafsu yang memang diikut sertakan dalam diri setiap orang manusia. Kalau kita mencinta seseorang, maka nafsu mendorong kita menuntut sesuatu yang menyenangkan dari orang yang kita cinta itu, baik yang kita cinta itu kekasih, isteri, anak, sahabat atau siapapun juga.

Kemanakah, larinya cinta kita kalau isteri kita menyeleweng dengan orang lain? Ke manakah perginya cinta kita kalau anak kita durhaka dan tidak berbakti kepada kita. Atau kalau seorang sahabat mengkhianati dan merugikan kita? Tidak, kita tidak dapat mencinta tanpa pamrih, tidak dapat mencinta demi cinta itu sendiri.

Bahkan bagi kebanyakan dari kita, cinta kita terhadap Tuhan sekalipun mengandung harapan-harapan dan imbalan. Imbalan masuk surga dan takut masuk neraka misalnya. Coba saja, kalo misalnya surga dan neraka itu tidak ada, masihkah kita manusia berbakti kepada Tuhannya?


Cemburu

Sudah menjadi pendapat umum bahwa cemburu merupakan hal yang wajar bagi orang yang sedang jatuh cinta. Bahkan ada yang begitu yakin berpendapat bahwa cemburu adalah kembangnya cinta, bahwa cemburu merupakan pertanda adanya cinta! Kalau pendapat ini dibenarkan, berarti bahwa di dalam cinta terkandung cemburu, atau cemburu sama dengan cinta!

Kalau kita mau membuka mata melihat kenyataan, akan nampaklah bahwa apa vang dinamakan cinta itu, kalau disamakan dengan cemburu, maka cinta itu bukanlah cinta! Cemburu timbul karena nafsu karena cemburu mendatangkan kemarahan, kebencian, kekecewaan yang berakhir dengan penderitaan. Bukanlah cinta kalau mendatangkan kesengsaraan atau penderitaan. Hanya ulah nafsu yang menyeret kita ke dalam jurang penderitaan.

Cemburu pasti timbul kalau terdapat ikatan. Apakah ikatan itu membelenggu kita kepada benda, kepercayaan, kepada cita-cita, gagasan, ataukah kepada seseorang. Ikatan membuat kita merasa berarti, membuat kita merasa memiliki. Kita tidak ingin kehilangan yang kita miliki itu, yang telah mengikat kuat dalam hati kita.

Kalau kita merasa mencinta seseorang kita terikat kepada orang itu dan kita tidak ingin kehilangan. Kita akan merasa sedih, merasa khawatir kalau-kalau orang yang kita miliki itu direnggut lepas dari diri kita, membuat kita tidak berarti karena tidak memiliki apa-apa lagi. Kekhawatiran inilah yang menimbulkan cemburu! Khawatir akan kehilangan orang yang membuat dirinya berarti. Yang beginikah yang dianggap sama dengan cinta?

Kalau cinta itu bersifat memiliki, menguasai, ikatan lalu mendatangkan kekhawatiran kalau kehilangan, maka cinta seperti itu bukan lain adalah cinta nafsu belaka. Kalau cinta nafsu, tentu saja tiada bedanya dengan buah nafsu lainnya seperti ketakutan, kemarahan, kebencian, keinginan untuk senang sendiri, termasuk pula cemburu.

Kalau cinta kasih, bukan nafsu, bagaikan cahaya terang, maka cemburu adalah kegelapan. Kalau ada cahaya terang, maka tidak ada kegelapan. Kalau ada cinta kasih, tidak ada cemburu. Kalau ada cemburu, jelas nafsu yang memegang peran, walaupun nafsu itu diberi pakaian indah yang disebut cinta!


Tidak ada komentar: